- Back to Home »
- artikel , info , Jejak Petani »
- Melihat Pertanian (Agribisnis) Negara Maju
Posted by : Unknown
Friday, 31 October 2014
Fenomena mengapa suatu negara dapat
memenangkan persaingan sedangkan negara lain tidak, merupakan pertanyaan
terus yang mengemuka sepanjang sejarah pembangunan dan perdagangan
internasional. Banyak pendapat yang diajukan oleh pakar terutama dalam
bidang ekonomi dan bisnis internasional, tetapi tidak satupun yang mampu
menjelaskan kemampuan daya saing suatu negara secara komprehensif.
Negara-negara maju seperti Amerika
Serikat, Eropa, Jepang, bahkan Malaysia dan Thailand yang secara
tradisional menguasai agribisnis internasional, dimasa yang akan datang
akan menguasai sektor agroindustri, walaupun disatu sisi akan menghadapi
permasalahan yakni kesulitan untuk mengembangkan agribisnis, karena
kesulitan dalam hal lahan pertanian. Berbeda dengan masa sebelumnya,
dewasa ini dan masa yang akan datang, preferensi konsumen produk
agribisnis yang kita hadapi sangat berbeda dan sedang mengalami
perubahaan secara fundamental.
Negara-negara maju, dari masa yang lalu
sudah melihat bagaimana potensi pertanian dalam perekonomian mereka.
Keunggulan daya saing ditentukan oleh kemampuan mendayagunakan
keunggulan komparatif yang dimiliki mulai dari hulu sampai hilir, dalam
menghasilkan suatu produk yang sesuai dengan preferensi konsumen.
Artinya, pendayagunaan keunggulan sisi penawaran ditujukan untuk
memenuhi keinginan konsumen. Kemampuan untuk menyediakan produk yang
berkembang, sangat menentukan keunggulan bersaing di pasar
internasional. Negara-negara agribisnis, seperti Australia dan selandia
Baru, mampu bersaing di pasar interansional disebabkan kemampuan negara
tersebut dalam menjual apa yang diinginkan konsumen bukan menjual apa
yang dihasilkan.
Sejarah perekonomian dunia sebenarnya
telah memberikan pelajaran bagi kita semua bahwa tidak ada negara besar
di dunia ini yang kuat tanpa di dukung oleh pertanian yang tangguh.
Kenyataaan menunjukkan bahwasanya negara-negara di Eropa Timur dan Uni
Soviet pada akhirya harus menerima terjadinya disintegrasi karena
lemahnya daya dukung sektor pertanian, negara-negara di kawasan afrika
juga mengalami kesulitan dalam membangun bangsanya, hanya karena sektor
pertanian tidak dapat mendukung ketahanan pangan sebagai landasan
pembangunan.
Bagi Indonesia, dimana sumberdaya alam
merupakan keunggulan komparatifnya, maka sudah sepantasnya jika
pembangunan nasional didasarkan pada pengelolaan sumberdaya alam
tersebut. Pertanian merupakan salah satu sumberdaya alam dimana
Indonesia mempunyai keunggulan komparatif, disamping itu bagian terbesar
penduduk Indonesia juga hidup dan bermata pencaharian di sektor
tersebut, fenomena kemiskinan juga banyak terjadi di sektor pertanian.
Dengan demikian apabila sektor pertanian dijadikan landasan bagi
pembangunan nasional dimana sektor-sektor lain menunjang sepenuhnya,
sebagian besar masalah yang dihadapi oleh masyarakat akan dapat
terpecahkan.
Disamping itu orientasi pembangunan
pertanian juga perlu disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi,
apabila pada waktu yang lalu lebih banyak berorientsai pada pengembangan
komoditas, maka kini harus lebih berorientasi pada petani. Namun
demikian harus sepenuhnyadi sadari bahwa dalam menyusun kebijaksanaan
pembangunan pertanian hanya memperhatikan potensi sumberdaya alam dan
kepentingan produsen semata-mata, melainkan juga pengaruh dari
perdagangan dunia dan kebijaksanaan pembangunan pertanian di negara
mitra dagang.
Pandangan dari Partai Politik juga tidak
jauh berbeda dengan pandangan dari pemerintah maupun para pengamat
ekonomi, Imam Churmen (1999) dari PKB menyatakan bahwa diperlukan
komitmen dari semua pihak untuk menempatkan sektor pertanian sebagai
sektor prioritas pembangunan yang dicerminkan dalam anggaran pemerintah.
Sebagai contoh kasus bagaimana
pembangunan pertanian dan kebijakannya di Negara Maju, dapat kita
perhatikan dalam negara Amerika serikat berikut. Sejak tahun 2002,
pemerintah AS memberikan subsidi sebesar US $ 19 milliar per tahun
kepada petaninya, atau sekitar dua kali dari dana yang dicadangkan untuk
bantuan interansionalnya. Dalam hal beras, misalnya AS telah
mencadangkan sekitar US$ 100 ribu subsidi per petani yang diberikan
kepada siapapun yang mau mengganti tanamannya dengan padi. Negara bagian
di pantai barat seperti California dan Washington, dan negara bagian
di tenggara seperti Lousiana, South dan North Carolina memang sedang
antusias mengembangkan agribisnis padi sawah. Target besar untuk menjadi
produsen nomor dua beras dunia, dapat menjadi kenyataan, terutama
ketika perundingan dan persaingan tingkat dunia dengan negara-negara
Eropa Barat dalam hal gandum sering mengalami kendala besar.